Saturday, June 16, 2007

Misteri Cahaya itu Terjawab


Misteri cahaya putih di langit Selatan Jogja terjawab

Petanyaan besar seputar fenomena cahaya putih yang melintas di atas Selatan Yogyakarta kini sudah terungkap. Seperti diberitakan oleh beberapa media koran maupun televisi bahwa pada Rabu, 27 Juli 2006 yang lalu sekitar pukul 19.30 WIB banyak masyarakat Yogyakarta, Klaten dan Boyolali menyaksikan sebuah kilatan cahaya yang melintas di atas langit. Menurut beberapa saksi mata di daerah Klaten dan Boyolali cahaya tersebut melintas dari arah Timur Laut menuju Barat Daya dan meninggalkan jejak asap seraya memancarkan cahaya cukup terang di langit. Peristiwa tersebut juga teramati dari daerah Pantai Parangtritis. Beberapa saksi mata di daerah ini mengatakan bahwa cahaya tersebut melintas tepat di atas kepala mereka pada hari dan jam yang sama. Selama beberapa hari misteri melintasnya cahaya putih tersebut sempat menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan masyarakat. Bahkan para pengungsi di Bantul banyak yang berjaga-jaga tidak tidur malam karena khawatir terjadi sesuatu pasca kenampakan benda asing tersebut.

Sebagian masyarakat menyebutnya secara salah kaprah sebagai peristiwa 'cleret tahun' atau lintang kemukus atau lintang alihan. Bahkan beberapa 'orangtua' yang dimintai pendapatnya menyatakan bahwa peristiwa tersebut berhubungan secara spiritual dengan aktivitas Merapi dan Laut Selatan. Namun hal ini akhirnya terjawab sebab dalam sebuah Bulletin Media Antariksa yang dapat diakses melalui internet, klub astronomi amatir Jogja Astro Club (JAC) lewat koordinatornya Mutoha menyatakan bahwa lintasan cahaya putih tersebut adalah fenomena meteor besar yang memasuki atmosfer yang disebut "fireball". Hal ini menghilangkan dugaan sebelumnya bahwa benda tersebut kemungkinan adalah roket atau satelit yang telah habis masa aktifnya. Melihat arah lintasannya, besar dugaan bahwa meteor ini merupakan bagian dari hujan meteor atau "meteor shower" Southern Delta Aquarids (SDA) yang pada sekitar tanggal tersebut sedang mencapai puncaknya tepatnya tanggal 28 Juli 2006. Hujan meteor SDA memiliki pusat Radiant di rasi Aquarius yang pada jam saat kenampakan meteor tersebut rasi ini sedang berada juga di arah Timur. Dengan melihat jejak lintasannya yang terputus, bisa dipastikan meteor ini telah habis saat sebelum menyentuh tanah.

Menurut perhitungan, kecepatan meteor saat memasuki atmosfer bumi dapat mencapai 40 km/detik sehingga saat bergesekan dengan udara dapat menimbulkan panas hingga 3000° Celcius. Panas ini mengakibatkan udara disekitarnya terionisasi sehingga terpendar menyala dan jejak asap merupakan peristiwa umum jika sebuah benda terbakar. Mengenai suara ledakan yang terdengar menurutnya adalah akibat gesekan dengan udara pada kecepatan tinggi sehingga menimbulkan fenomena suara yang disebut "sonic boom". Walaupun sebenarnya ledakan tersebut bersamaan dengan terbakarnya meteor namun karena kecepatan cahaya mendahului kecepatan suara akibatnya seolah suara ledakan terdengar menyusul. Sementara berdasarkan laporan dari beberapa di tempat yang berbeda dapat diperkirakan bahwa meteor yang berada pada ketinggian lebih dari 100 km di atas permukaan bumi. Ditambahkan, saat kejadian secara kebetulan JAC bersama beberapa anggotanya tengah mengadakan kegiatan stargazing atau observasi langit malam di Pantai Parangtritis setelah sore harinya juga diadakan kegiatan rukyat hilal untuk penentuan awal bulan Rajab, sehingga kenampakan meteor besar tersebut merupakan sebuah kesempatan yang sangat langka yang mungkin tidak akan terulang lagi.

Dalam keterangan mengomentari seputar peristiwa serupa yang pernah terjadi di Jakarta Dr. Moedji Raharto dari Observatorium Bosscha mengatakan bahwa meteor adalah benda padat alam dari antariksa yang terbakar
saat masuk ke atmosfer Bumi, melahirkan istilah bintang jatuh. Jika meteor tidak habis terbakar, sisanya yang jatuh ke Bumi disebut meteorit. Menurut Moedji, apa yang bisa disaksikan langsung itu sebenarnya berada sekitar 100 kilometer di atas permukaan Bumi. Ia menduga meteor sudah terbakar habis saat bergesekan dengan atmosfer Bumi.

Dugaan tersebut didukung oleh kenyataan bahwa hingga kini belum ada laporan tentang jatuhnya suatu benda asing, seperti yang disampaikan Drs Suratno, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), secara terpisah. Dr. Adi Sadewo Salatun, Deputi Kepala Bidang Sains Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan Lapan, menambahkan, obyek yang masuk lapisan atmosfer bisa mencapai 8 kilometer per detik.

Gesekan dengan udara membuat benda itu terbakar pada suhu 2.000-3.000 derajat Celsius. "Panas juga membuat udara di sekitarnya terionisasi sehingga membentuk lintasan yang dari Bumi tampak seperti ekor meteor," papar Drs Hendro Setyanto, asisten Riset Observatorium Bosscha-Departemen Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB).

Menurut Dr Thomas Djamaluddin, peneliti antariksa Lapan, obyek yang jatuh itu-kalau ada-dapat dipastikan dari laporan masyarakat asalkan mereka mencatat waktu saat melihat bola api itu. Dari informasi masyarakat juga dapat dihitung orbit dan ditelusuri obyek apa yang jatuh. "Saya kini masih memantau lewat mailing list pengamat antariksa dunia," ujarnya.

BISA BUKAN METEOR


Djamaluddin menambahkan, memang ada kemungkinan lain bahwa bnda langit yang terang bisa berupa pecahan roket pendorong atau satelit yang telah habis masa operasinya. Obyek itu juga bisa menimbulkan ledakan ketika masuk ke atmosfer di ketinggian 120 kilometer karena bertumbukan dan bergesekan dengan lapisan udara.

Adi Sadewo mengingatkan, yang perlu diwaspadai justru jatuhnya sampah-sampah akibat aktivitas manusia di antariksa. Hingga tahun ini, menurut data dari Nomad Amerika Serikat (AS), terdapat sekitar 9.400 sampah plus debu antariksa yang bisa mengganggu penerbangan wahana antariksa. Misalnya, membentur jendela atau melubangi bagian panel sel surya.

Selain itu, sampah angkasa mengancam penduduk Bumi. Selongsong roket milik Rusia, misalnya, pernah jatuh di Palembang dan Gorontalo beberapa tahun lalu. Ancaman kejatuhan bekas satelit-baik yang beredar di orbit
rendah maupun tinggi- juga tak terelakkan karena usia satelit yang terbatas. Mir, wahana antariksa milik Rusia seberat 134 ton, juga pernah jatuh. Ketika sampai ke muka Bumi, beratnya diperkirakan masih 40 ton. Wahana yang memiliki sistem kendali itu akhirnya jatuh di Samudra Pasifik, meski sebelumnya sempat melintasi wilayah Indonesia.


Ancaman itu masih ditambah dengan risiko terpapar radiasi bahan bakar nuklir yang dipakai. "Satelit Cosmos milik Rusia yang berada di atas Kanada, misalnya, menggunakan generator nuklir," papar Adi. Namun, dengan
teknologi sebenarnya, ancaman bisa diminimalkan.Kemungkinan jatuhnya satelit Palapa, umpamanya, bisa
diantisipasi dengan menggeser satelit keluar dari cincin geostasioner setelah habis masa operasinya.

Jatuhnya sampah yang merupakan bagian bekas satelit atau roket terakhir terjadi 15 Desember 2004 lalu, yang teridentifikasi milik Rusia. Sedangkan bekas satelit AS diperkirakan jatuh 22 Desember 2004.

METEOR JARANG JATUH


Kejadian jatuhnya meteor sebenarnya sangat jarang, kemungkinannya beberapa tahun sekali di suatu wilayah dan tidak mudah terdeteksi. "Itu karena umumnya ukuran meteornya kecil, paling besar sebola tenis sehingga baru terlihat setelah masuk atmosfer sebagai bola api," urai Adi. Salah satu kejadian terbesar jatuhnya meteor adalah di Tunguska, Siberia, tahun 1908. Dampaknya telah menghanguskan areal hutan di daerah itu. Saat mendekati atmosfer, meteor tersebut memang terdeteksi berukuran cukup besar hingga beberapa kilometer persegi.

Menurut Hendro Setyanto, manusia biasanya memandang kemunculan meteor ini sebagai pertanda positif, tidak seperti komet yang dianggap negatif. "Orang Jawa menyebutnya sebagai ndaru," ujarnya. Di dunia sudah ada patroli antariksa untuk memantau obyek yang orbitnya dekat dengan Bumi. Tahun 1994, misalnya, satelit pengamat AS mendeteksi bola api di atas Pulau Banda. Namun, sampai kini belum ada informasi tentang kehadiran benda langit buatan tersebut di atas negeri ini.


(jacnews)

mutoha.blogspot.com/2006/07/misteri-cahaya-it...



No comments: